Hukum Senin, 26 Agustus 2024 | 15:08

Sepanjang Tahun 2023, Kejaksaan Berhasil Kembalikan Keuangan Negara Rp 4,4 Triliun  

Lihat Foto Sepanjang Tahun 2023, Kejaksaan Berhasil Kembalikan Keuangan Negara Rp 4,4 Triliun    Jaksa Agung Burhanuddin sebagai Keynote Speaker kegiatan bersama BPK. (Foto : Istimewa)
Editor: Richard Saragih

Bandung, - Jaksa Agung Sanitisr Burhanuddin mengungkapkan institusinya tercatat sepanjang tahun 2023 telah mengembalikan keuangan negara dari berbagai kasus korupsi sebanyak Rp 4.467.944.903.697.

Hal itu dikatakan Burhanuddin saat hadir sebagai Keynote Speaker pada kegiatan Rapat Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024 yang mengangkat tema “Dampak Pemeriksaan BPK terhadap Kinerja Kejaksaan Agung dan Harapan terhadap BPK dalam Upaya Pemberantasan Korupsi” di Bandung, Senin (26/8/2024).

Dia meminta, korps adhyaksa untuk selalu mendukung peran BPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

“Peran BPK sebagai lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, profesional dalam memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara seyogia-nya patut selalu didukung demi mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap lembaga pemerintahan,” kata Burhanuddin.

Burhanuddin menjelaskan, tema yang diangkat pada rapat kerja kali ini sangat aktual dan relevan dalam perkembangan hukum di Indonesia. Sebagaimana diketahui, praktik korupsi nyaris merasuki setiap lini kehidupan dan selalu terulang meskipun telah dilakukan pemberantasan tanpa henti.

Selain itu, lanjutnya, salah satu upaya pencegahan dalam praktik korupsi khususnya di sektor pemerintahan senantiasa perlu adanya penguatan dalam check and balances terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh unsur-unsur lembaga pemerintahan di Indonesia.

“Pelaksanaan pemeriksaan dan pengawasan pengelolaan keuangan negara perlu dilakukan oleh lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, profesional dalam hal ini yaitu BPK,” imbuhnya.

Kendati demikian, peran sentral dari BPK yang merupakan lembaga pemeriksa sebagaimana yang diamanatkan dalam Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, yaitu bertanggungjawab untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara dalam hal mewujudkan pemerintahan yang baik.

Sementara itu, kejaksaan melaksanakan peran penting dalam penegakan hukum di bidang penuntutan dan penyidikan tindak pidana korupsi.

Kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dimaksudkan guna mengakselerasi pemberantasan tindak pidana korupsi. Selanjutnya, dalam perspektif yang lebih luas kewenangan tersebut juga ditujukan untuk mengantisipasi berkembang dan beragamnya modus dari tindak pidana tersebut.

“Keseriusan institusi kejaksaan dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia dapat dilihat dari penanganan kasus-kasus dengan jumlah kerugian negara yang besar, seperti korupsi Asuransi Jiwasraya dan Asabri, Kasus BTS oleh Kominfo, Pengerjaan Jalan Tol MBZ, serta yang terbaru kasus Korupsi Tata Kelola Timah yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 300 triliun,” ujarnya.

Dijelaskan, pada perkara tindak pidana korupsi, sebelum ditetapkan adanya kerugian negara terlebih dahulu dilakukan melalui perhitungan. Mekanisme tersebut tidak hanya dilakukan melalui pencatatan ataupun penghitungan sederhana lainnya.

Lebih dari itu, Burhanuddin menekankan pemenuhan unsur delik tindak pidana korupsi harus dipahami secara menyeluruh yaitu adanya perbuatan melawan hukum sebelum timbulnya kerugian negara.

“Dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana, terdapat salah satu faktor penting terkait dengan aspek pembuktian kerugian negara yaitu surat dakwaan penuntut umum. Selain rangkaian perbuatan hukum yang dilakukan pelaku, unsur kerugian keuangan negara wajib termuat yang mana kesimpulan adanya kerugian keuangan negara merupakan hasil perhitungan instansi berwenang yang dijadikan sebagai alat bukti,” tukasnya.

Berdasarkan hal tersebut, hasil audit dari instansi berwenang terkait dengan nilai kerugian negara akibat tindak pidana korupsi menjadi salah satu alat bukti yang penting bagi penuntut umum untuk membangun keyakinan hakim dalam proses persidangan perkara tersebut. 

Dengan demikan, adanya fungsi pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK memberikan implikasi yang baik kepada kejaksaan khususnya untuk mengoptimalkan pelaksanaan kewenangan penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Oleh karena itu, Dia berharap eksistensi Auditorat Utama Investigasi BPK dapat semakin mengoptimalkan sinergi antara kedua institusi ini dalam hal pemeriksaan investigatif, perhitungan kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan ahli dalam penanganan tindak pidana korupsi.

“Hal tersebut di atas menjadi sangat penting mengingat parameter keberhasilan Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi tidak hanya dilihat dari jumlah kasus yang ditangani akan tetapi bagaimana upaya untuk mengembalikan keuangan negara,” pungkasnya.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya